Proses pembentukan urine
Mula-mula darah yang mengandung air, garam, glukosa, urea, asam amino, dan amonia mengalir ke dalam glomerulus (Ginjal) untuk menjalani proses filtrasi. Proses ini terjadi karena adanya tekanan darah akibat pengaruh dari mengembang dan mengkerutnya arteri yang memanjang menuju dan meninggalkan glomerulus. Akhir filtrasi dari glomerulus ditampung di kapsula Bowman dan menghasilkan filtrat glomerulus atau urine primer. Secara normal, setiap hari kapsula Bowman dapat menghasilkan 180 L filtrat glomerulus.
Filtrat glomerulus atau urin primer masih banyak mengandung zat yang diperlukan tubuh antara lain glukosa, garam-garam, dan asam amino. Filtrat glomerulus ini kemudian diangkut oleh tubulus kontortus proksimal. Di tubulus kontortus proksimal zat-zat yang masih berguna direabsorbsi. Seperti asam amino, vitamin, dan beberapa ion yaitu Na+, Cl-, HCO3-, dan K+. Sebagian ion-ion ini diabsorbsi kembali secara transport aktif dan sebagian yang lain secara difusi.
Proses reabsorbsi masih tetap berlanjut seiring dengan mengalirnya filtrat menuju lengkung Henle dan tubulus kontortus distal. Pada umumnya, reabsorbsi zat-zat yang masih berguna bagi tubuh seperti glukosa dan asam amino berlangsung di tubulus renalis. Akan tetapi, apabila konsentrasi zat tersebut dalam darah sudah tinggi, tubulus tidak mampu lagi mengabsorbsi zat-zat tersebut. Apabila hal ini terjadi, maka zat-zat tersebut akan dieksresikan bersama urin.
Selain reabsorbsi, di dalam tubulus juga berlangsung sekresi. Seperti K+, H+, NH4+ disekresi dari darah menuju filtrat. Selain itu, obat-obatan seperti penisilin juga disekresi dari darah. Sekresi ion hidrogen (H+) berfungsi untuk mengatur pH dalam darah. Misalnya jika di dalam darah terlalu asam maka ion hidrogen disekresikan ke dalam urin.
Demikian juga sekresi K+ berfungsi untuk menjaga mekanisme homeostasis. Apabila konsentrasi K+ dalam darah tinggi, dapat menghambat rangsang impuls serta menyebabkan kontraksi otot dan jantung menjadi menurun dan melemah. Oleh karena itu, K+ kemudian disekresikan dari darah menuju tubulus renalis dan dieksresikan bersama urin.
Pada saat terjadi proses reabsorbsi dan sekresi di sepanjang tubulus renalis secara otomatis juga berlangsung pengaturan konsentrasi pada urin. Sebagai contoh, konsentrasi garam diseimbangkan melalui proses reabsorbsi garam. Di bagian lengkung Henle terdapat NaCl dalam konsentrasi yang tinggi. Keberadaan NaCl ini berfungsi agar cairan di lengkung Henle senantiasa dalam keadaan hipertonik. Dinding lengkung Henle descending bersifat permeabel terhadap air, akan tetapi impermeabel untuk Na dan urea. Konsentrasi Na yang tinggi ini menyebabkan filtrat terdorong ke lengkung Henle bagian bawah dan air bergerak keluar secara osmosis.
Di lengkung Henle bagian bawah, permeabilitas dindingnya berubah. Dinding lengkung Henle bagian bawah menjadi permeabel terhadap garam dan impermeabel terhadap air. Keadaan ini mendorong filtrat untuk bergerak ke lengkung Henle ascending.
Air yang bergerak keluar dari lengkung Henle descending dan air yang bergerak masuk di lengkung Henle ascending membuat konsnetrasi filtrat menjadi isotonik. Setelah itu, filtrat terdorong dari tubulus renalis menuju duktus koolektivus. Duktus kolektivus bersifat permeabel terhadap urea. Di sini urea keluar dari filtrat secara difusi. Demikian juga dengan air yang bergerak keluar dari filtrat secara osmosis. Keluarnya air ini menyebabkan konsentrasi urin menjadi tinggi.
Volume urin yang dihasilkan setiap hari bervariasi dari 600 mL sampai 2.500 mL atau lebih. Jika volume urin tinggi, zat buangan dieksresi dalam larutan encer, hipotonik (hiposmotik) terhadap plasma. Berat jenis urin mendekati berat jenis air (sekitar 1,003). Jika tubuh perlu menahan air, maka urin yang dihasilkan kental sehingga volume urin yang sedikit tetap mengandung jumlah zat buangan yang sama yang harus dikeluarkan. Konsentrasi zat terlarut lebih besar, urin hipertonik (hiperosmotik) terhadap plasma, dan berat jenis uurin lebih tinggi (di atas 1,003). Pengaturan volume urin dilakukan melalui mekanisme hormonal dan mekanisme pengkonsentrasian urin ginjal.
Mekanisme hormonal
1) Antidiuretik hormon (ADH) meningkatkan permeabilitas tubulus kontortus distal dan tubulus kolektivus terhadap air sehingga mengakibatkan terjadinya reabsorbsi dan volume urin menjadi sedikit.
a) Sisi sintesis dan sekresi.
ADH disintesis oleh badan sel saraf dalam nukleus supraoptik hipotalamus dan disimpan dalam serabut saraf hipofisis posterior. ADH kemudian dilepas sesuai impuls yang sampai pada serabut saraf.
Stimulus pada sekresi ADH
Neuron hipotalamus adalah osmoreseptor dan sensitif terhadap perubahan konsentrasi ion natrium, serta zat terlarut lain dalam cairan intraselular yang menyelubunginya.
Peningkatan osmolaritas plasma, seperti yang terjadi saat dehidrasi, menstimulasi osmoreseptor untuk mengirim impuls ke kelenjar hipofisis posterior agar melepas ADH. Air diabsorbsi kembali dari tubulus ginjal sehingga dihasilkan urin kental dengan volume sedikit.
Penurunan osmolaritas plasma mengakibatkan berkurangnya sekresi ADH, berkurangnya reabsorbsi air dari ginjal, dan produksi urin encer yang banyak.
Baroreseptor dalam pembuluh darah (di vena, atrium kanan dan kiri, pembuluh pulmonary, sinus karotid, dan lengkung aorta) memantau volume darah dan tekanan darah. Penurunan volume dan tekanan darah meningkatkan sekresi ADH; peningkatan volume dan tekanan darah menurunkan sekresi ADH.
Nyeri, kecemasan, olah raga, analgesik narkotik, dan barbiturat meningkatkan sekresi ADH. Alkohol menurunkan sekresi ADH.
Aldosteron
Aldosteron adalah hormon steroid yang disekresi oleh sel-sel korteks kelenjar adrenal. Hormon ini bekerja pada tubulus distal dan duktus pengumpul untuk meningkatkan absorbsi aktif ion natrium dan sekresi aktif ion kalium.
Penyakit dan gangguan pada sistem urinaria
Sistitis adalah inflamasi kandung kemih. Inflamasi ini dapat disebabkan oleh infeksi bakteri (biasanya Escherichia coli) yang menyebar dari uretra atau karena respon alergi atau akibat iritasi mekanik pada kandung kemih. Gejalanya adalah serih berkemih dan nyeri (disuria) yang disertai darah dalam urin (hematuria).
b. Glomerulonefritis adalah inflamasi nefron, terutama pada glomerulus.
1) Glomerulonefritis akut sering terjadi akibat respon imun terhadap toksin bakteri tertentu (kelompok Streptococcus beta A).
2) Glomerulonefritis kronis tidak hanya merusak glomerulus tetapi juga tubulus. Inflamasi ini mungkin terjadi karena infeksi bakteri Streptococcus, tetapi dapat juga diakibatkan oleh penyakit sistemik lain (akibat sekunder) atau karena glomerulonefritis akut.
c. Pielonefritis adalah inflamasi ginjal dan pelvis ginjal akibat infeksi bakteri. Inflamasi dapat berawal di traktus urinaria bawah (kandung kemih) dan menyebar ke ureter, atau karena infeksi yang dibawa darah dan limfe ke ginjal. Obstruksi traktus urinaria terjadi akibat pembesaran kelenjar prostat, batu ginjal, atau defek congenital yang memicu terjadinya pielonefritis.
d. Batu ginjal (kalkuli urinaria) terbentuk dari pengendapan garam kalsium, magnesium, asam urat, atau sistein. Misalnya hipersekresi parathormon dari kelenjar paratiroid meningkatkan kadar kalsium dalam darah sehingga terjadi pengendapan kalsium dalam ginjal dan lama-kelamaan menjadi batu ginjal. Batu-batu kecil dapat mengalir bersama urin; batu yang lebih besar akan tersangkut dalam ureter dan menyebabkan rasa nyeri yang tajam (kolik ginjal) yang menyebar dari ginjal ke selangkangan.
e. Gagal ginjal adalah hilangnya fungsi ginjal. Hal ini mengakibatkan terjadinya retensi garam, air, zat buangan nitrogen (urea dan kreatinin) dan penurunan drastis volume urin (oliguria). Melalui pengobatan terhadap kondisi penyebab gagal ginjal, maka prognosisnya membaik. Gagal ginjal yang tidak diobati dapat mengakibatkan penghentian total fungsi ginjal dan kematian.
1) Gagal ginjal akut terjadi secara tiba-tiba dan biasanya berhasil diobati. Penyakit ini ditandai dengan oliguria mendadak yang diikuti dengan penghentian produksi urin (anuria) secara total. Hal ini disebabkan oleh penurunan aliran darah ke ginjal akibat trauma atau cedera, glomerulonefritis akut, hemoragi, transfusi darah yang tidak cocok, atau dehidrasi berat.
2) Gagal ginjal kronis adalah kondisi progresif parah karena penyakit yang mengakibatkan kerusakan parenkim ginjal, seperti glomerulonefritis kronis atau pielonefritis, trauma atau diabetes nefropati akibat diabetes melitus. Penyakit ini diobati melalui hemodialisis (“ginjal buatan”) atau transplantasi ginjal.
f. Diabetes Melitus (Glukosuria) terjadi apabila di dalam urin ditemukan adanya glukosa. Hal ini disebabkan oleh tingginya kadar glukosa dalam darah sehingga nefron tidak mampu menyerap kelebihan glukosa tersebut. Tingginya kadar glukosa dalam tubuh diakibatkan oleh kekurangan hormon insulin.
g. Diabetes Insipidus
h. Albuminuria terjadi apabila di dalam urin terdapat protein albumin.
i. Uremia apabila di dalam urin terdapat urea dan asam urat. Terjadi akibat nefritis (radang/rusaknya glomerulus akibat infeksi bakteri Streptococcus). Infeksi ini dapat menyebabkan urea masuk kembali ke dalam darah dan menyebabkan uremia, dan apabila reabsorbsi air terganggu akan mengakibatkan edema atau pembengkakan kaki akibat terjadinya penimbunan air.
j. Hematuria terjadi apabila terjadi peradangan dan luka di daerah kandung kemih sehingga darah terbawa keluar oleh urin. Ini biasanya disebabkan oleh gesekan antara batu ginjal dan dinding pada kandung kemih.
k. Hidronefrosis adalah keadaan membesarnya ukuran ginjal dari ukuran normalnya akibat dari tersumbatnya aliran urin di ureter oleh batu ginjal sehingga lebih banyak urin yang tertampung di dalam ginjal.
Mula-mula darah yang mengandung air, garam, glukosa, urea, asam amino, dan amonia mengalir ke dalam glomerulus (Ginjal) untuk menjalani proses filtrasi. Proses ini terjadi karena adanya tekanan darah akibat pengaruh dari mengembang dan mengkerutnya arteri yang memanjang menuju dan meninggalkan glomerulus. Akhir filtrasi dari glomerulus ditampung di kapsula Bowman dan menghasilkan filtrat glomerulus atau urine primer. Secara normal, setiap hari kapsula Bowman dapat menghasilkan 180 L filtrat glomerulus.
Filtrat glomerulus atau urin primer masih banyak mengandung zat yang diperlukan tubuh antara lain glukosa, garam-garam, dan asam amino. Filtrat glomerulus ini kemudian diangkut oleh tubulus kontortus proksimal. Di tubulus kontortus proksimal zat-zat yang masih berguna direabsorbsi. Seperti asam amino, vitamin, dan beberapa ion yaitu Na+, Cl-, HCO3-, dan K+. Sebagian ion-ion ini diabsorbsi kembali secara transport aktif dan sebagian yang lain secara difusi.
Proses reabsorbsi masih tetap berlanjut seiring dengan mengalirnya filtrat menuju lengkung Henle dan tubulus kontortus distal. Pada umumnya, reabsorbsi zat-zat yang masih berguna bagi tubuh seperti glukosa dan asam amino berlangsung di tubulus renalis. Akan tetapi, apabila konsentrasi zat tersebut dalam darah sudah tinggi, tubulus tidak mampu lagi mengabsorbsi zat-zat tersebut. Apabila hal ini terjadi, maka zat-zat tersebut akan dieksresikan bersama urin.
Selain reabsorbsi, di dalam tubulus juga berlangsung sekresi. Seperti K+, H+, NH4+ disekresi dari darah menuju filtrat. Selain itu, obat-obatan seperti penisilin juga disekresi dari darah. Sekresi ion hidrogen (H+) berfungsi untuk mengatur pH dalam darah. Misalnya jika di dalam darah terlalu asam maka ion hidrogen disekresikan ke dalam urin.
Demikian juga sekresi K+ berfungsi untuk menjaga mekanisme homeostasis. Apabila konsentrasi K+ dalam darah tinggi, dapat menghambat rangsang impuls serta menyebabkan kontraksi otot dan jantung menjadi menurun dan melemah. Oleh karena itu, K+ kemudian disekresikan dari darah menuju tubulus renalis dan dieksresikan bersama urin.
Pada saat terjadi proses reabsorbsi dan sekresi di sepanjang tubulus renalis secara otomatis juga berlangsung pengaturan konsentrasi pada urin. Sebagai contoh, konsentrasi garam diseimbangkan melalui proses reabsorbsi garam. Di bagian lengkung Henle terdapat NaCl dalam konsentrasi yang tinggi. Keberadaan NaCl ini berfungsi agar cairan di lengkung Henle senantiasa dalam keadaan hipertonik. Dinding lengkung Henle descending bersifat permeabel terhadap air, akan tetapi impermeabel untuk Na dan urea. Konsentrasi Na yang tinggi ini menyebabkan filtrat terdorong ke lengkung Henle bagian bawah dan air bergerak keluar secara osmosis.
Di lengkung Henle bagian bawah, permeabilitas dindingnya berubah. Dinding lengkung Henle bagian bawah menjadi permeabel terhadap garam dan impermeabel terhadap air. Keadaan ini mendorong filtrat untuk bergerak ke lengkung Henle ascending.
Air yang bergerak keluar dari lengkung Henle descending dan air yang bergerak masuk di lengkung Henle ascending membuat konsnetrasi filtrat menjadi isotonik. Setelah itu, filtrat terdorong dari tubulus renalis menuju duktus koolektivus. Duktus kolektivus bersifat permeabel terhadap urea. Di sini urea keluar dari filtrat secara difusi. Demikian juga dengan air yang bergerak keluar dari filtrat secara osmosis. Keluarnya air ini menyebabkan konsentrasi urin menjadi tinggi.
Volume urin yang dihasilkan setiap hari bervariasi dari 600 mL sampai 2.500 mL atau lebih. Jika volume urin tinggi, zat buangan dieksresi dalam larutan encer, hipotonik (hiposmotik) terhadap plasma. Berat jenis urin mendekati berat jenis air (sekitar 1,003). Jika tubuh perlu menahan air, maka urin yang dihasilkan kental sehingga volume urin yang sedikit tetap mengandung jumlah zat buangan yang sama yang harus dikeluarkan. Konsentrasi zat terlarut lebih besar, urin hipertonik (hiperosmotik) terhadap plasma, dan berat jenis uurin lebih tinggi (di atas 1,003). Pengaturan volume urin dilakukan melalui mekanisme hormonal dan mekanisme pengkonsentrasian urin ginjal.
Mekanisme hormonal
1) Antidiuretik hormon (ADH) meningkatkan permeabilitas tubulus kontortus distal dan tubulus kolektivus terhadap air sehingga mengakibatkan terjadinya reabsorbsi dan volume urin menjadi sedikit.
a) Sisi sintesis dan sekresi.
ADH disintesis oleh badan sel saraf dalam nukleus supraoptik hipotalamus dan disimpan dalam serabut saraf hipofisis posterior. ADH kemudian dilepas sesuai impuls yang sampai pada serabut saraf.
Stimulus pada sekresi ADH
- Osmotik
Neuron hipotalamus adalah osmoreseptor dan sensitif terhadap perubahan konsentrasi ion natrium, serta zat terlarut lain dalam cairan intraselular yang menyelubunginya.
Peningkatan osmolaritas plasma, seperti yang terjadi saat dehidrasi, menstimulasi osmoreseptor untuk mengirim impuls ke kelenjar hipofisis posterior agar melepas ADH. Air diabsorbsi kembali dari tubulus ginjal sehingga dihasilkan urin kental dengan volume sedikit.
Penurunan osmolaritas plasma mengakibatkan berkurangnya sekresi ADH, berkurangnya reabsorbsi air dari ginjal, dan produksi urin encer yang banyak.
- Volume dan tekanan darah.
Baroreseptor dalam pembuluh darah (di vena, atrium kanan dan kiri, pembuluh pulmonary, sinus karotid, dan lengkung aorta) memantau volume darah dan tekanan darah. Penurunan volume dan tekanan darah meningkatkan sekresi ADH; peningkatan volume dan tekanan darah menurunkan sekresi ADH.
- Faktor lain
Nyeri, kecemasan, olah raga, analgesik narkotik, dan barbiturat meningkatkan sekresi ADH. Alkohol menurunkan sekresi ADH.
Aldosteron
Aldosteron adalah hormon steroid yang disekresi oleh sel-sel korteks kelenjar adrenal. Hormon ini bekerja pada tubulus distal dan duktus pengumpul untuk meningkatkan absorbsi aktif ion natrium dan sekresi aktif ion kalium.
- Sistem arus bolak-balik dalam ansa Henle dan vasa rekta memungkinkan terjadinya reabsorbsi osmotik air dari tubulus dan duktus kolektivus ke dalam cairan interstisial medularis yang lebih kental di bawah pengaruh ADH. Reabsorbsi air memungkinkan tubuh untuk menahan air sehingga urin yang dieksresikan lebih kental dibandingkan cairan tubuh normal.
Penyakit dan gangguan pada sistem urinaria
Sistitis adalah inflamasi kandung kemih. Inflamasi ini dapat disebabkan oleh infeksi bakteri (biasanya Escherichia coli) yang menyebar dari uretra atau karena respon alergi atau akibat iritasi mekanik pada kandung kemih. Gejalanya adalah serih berkemih dan nyeri (disuria) yang disertai darah dalam urin (hematuria).
b. Glomerulonefritis adalah inflamasi nefron, terutama pada glomerulus.
1) Glomerulonefritis akut sering terjadi akibat respon imun terhadap toksin bakteri tertentu (kelompok Streptococcus beta A).
2) Glomerulonefritis kronis tidak hanya merusak glomerulus tetapi juga tubulus. Inflamasi ini mungkin terjadi karena infeksi bakteri Streptococcus, tetapi dapat juga diakibatkan oleh penyakit sistemik lain (akibat sekunder) atau karena glomerulonefritis akut.
c. Pielonefritis adalah inflamasi ginjal dan pelvis ginjal akibat infeksi bakteri. Inflamasi dapat berawal di traktus urinaria bawah (kandung kemih) dan menyebar ke ureter, atau karena infeksi yang dibawa darah dan limfe ke ginjal. Obstruksi traktus urinaria terjadi akibat pembesaran kelenjar prostat, batu ginjal, atau defek congenital yang memicu terjadinya pielonefritis.
d. Batu ginjal (kalkuli urinaria) terbentuk dari pengendapan garam kalsium, magnesium, asam urat, atau sistein. Misalnya hipersekresi parathormon dari kelenjar paratiroid meningkatkan kadar kalsium dalam darah sehingga terjadi pengendapan kalsium dalam ginjal dan lama-kelamaan menjadi batu ginjal. Batu-batu kecil dapat mengalir bersama urin; batu yang lebih besar akan tersangkut dalam ureter dan menyebabkan rasa nyeri yang tajam (kolik ginjal) yang menyebar dari ginjal ke selangkangan.
e. Gagal ginjal adalah hilangnya fungsi ginjal. Hal ini mengakibatkan terjadinya retensi garam, air, zat buangan nitrogen (urea dan kreatinin) dan penurunan drastis volume urin (oliguria). Melalui pengobatan terhadap kondisi penyebab gagal ginjal, maka prognosisnya membaik. Gagal ginjal yang tidak diobati dapat mengakibatkan penghentian total fungsi ginjal dan kematian.
1) Gagal ginjal akut terjadi secara tiba-tiba dan biasanya berhasil diobati. Penyakit ini ditandai dengan oliguria mendadak yang diikuti dengan penghentian produksi urin (anuria) secara total. Hal ini disebabkan oleh penurunan aliran darah ke ginjal akibat trauma atau cedera, glomerulonefritis akut, hemoragi, transfusi darah yang tidak cocok, atau dehidrasi berat.
2) Gagal ginjal kronis adalah kondisi progresif parah karena penyakit yang mengakibatkan kerusakan parenkim ginjal, seperti glomerulonefritis kronis atau pielonefritis, trauma atau diabetes nefropati akibat diabetes melitus. Penyakit ini diobati melalui hemodialisis (“ginjal buatan”) atau transplantasi ginjal.
f. Diabetes Melitus (Glukosuria) terjadi apabila di dalam urin ditemukan adanya glukosa. Hal ini disebabkan oleh tingginya kadar glukosa dalam darah sehingga nefron tidak mampu menyerap kelebihan glukosa tersebut. Tingginya kadar glukosa dalam tubuh diakibatkan oleh kekurangan hormon insulin.
g. Diabetes Insipidus
h. Albuminuria terjadi apabila di dalam urin terdapat protein albumin.
i. Uremia apabila di dalam urin terdapat urea dan asam urat. Terjadi akibat nefritis (radang/rusaknya glomerulus akibat infeksi bakteri Streptococcus). Infeksi ini dapat menyebabkan urea masuk kembali ke dalam darah dan menyebabkan uremia, dan apabila reabsorbsi air terganggu akan mengakibatkan edema atau pembengkakan kaki akibat terjadinya penimbunan air.
j. Hematuria terjadi apabila terjadi peradangan dan luka di daerah kandung kemih sehingga darah terbawa keluar oleh urin. Ini biasanya disebabkan oleh gesekan antara batu ginjal dan dinding pada kandung kemih.
k. Hidronefrosis adalah keadaan membesarnya ukuran ginjal dari ukuran normalnya akibat dari tersumbatnya aliran urin di ureter oleh batu ginjal sehingga lebih banyak urin yang tertampung di dalam ginjal.
No comments:
Post a Comment
Mohon kritik dan saran dari para pembaca untuk kemajuan blog ini. TERIMAKASIH