KONSEP BERMAIN PADA ANAK
A. PENDAHULUAN
konsep bermain |
Pendidikan bagi anak usia dini atau anak usia 0-8 tahun,
sejak lama telah menjadi perhatian para orang tua, para ahli pendidikan, dan
pemerintah. Hal ini karena begitu bermakna dan menentukan pendidikan pada masa
usia dini tersebut bagi jenjang pendidikan dan perkembangannya di masa depan.
Pada masa ini pendidikan, sesuai dengan watak anak, berlangsung dalam
bentuk permainan. Karena itu, melarang bermain bagi anak sama dengan
melarang anak belajar.
Dalam kehidupan masyarakat banyak dijumpai para orang tua
yang kurang atau tidak menyadari betapa pentingnya masalah bermain ini bagi
tumbuh kembang anak, sehingga para orang tua tidak pernah memberikan perhatian,
apalagi secara terencana untuk memfasilitasi kecenderungan tabiat bermain anak
tersebut, apalagi secara terprogram. Bahkan tidak jarang orang tua tidak sabar
dan merasa kesal bila melihat anaknya bermain dengan mengacak-acak barang
yang dimainkannya.
Tidak jarang orang tua memilih agar rumahnya tetap tampak
rapih, tidak disentuh-sentuh, dicorat coret dan atau membatasi anaknya
yang akan bermain, sehingga tanpa disadari bahwa secara substansial ia telah
mengabaikan pertumbuhan dan perkembangan anaknya. Akibatnya, banyak potensi
anak yang semestinya berkembang dengan baik akan mengalami hambatan dan bahkan
mati.
Pengertian
Bermain adalah cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional dan sosial dan bermain merupakan media yang baik untuk belajar karena dengan bermain , anak akan berkata-kata, belajar memnyesuaikan diri dgn ling, melakukan apa yg dapat dilakukan, dan mengenal waktu, jarak, serta suara .(Wong, 2000). Bermain adalah cara alamiah bagi anak untuk mengungkapkan konflik dalam dirinya yang tidak disadarinya.(MillerdanKeong,1983) Bermain adalah kegiatan yang dilakukan sesaui dgn keinginanya sendiri dan memperoleh kesenangan.(Foster, 1989)
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa bermain adalah
Kegiatan yang tdk dpt dipisahkan dari kehidupan anak sehari-hari krn bermain sama dgn berja pada org dewasa, yg dapat menurunkan stres anak, belajar berkomunikasi dgn ling, menyesuaikan diri dgn ling, belajar mengenal dunia dan meningkatkan kesejahteraan mental serta sosial anak
Kegiatan yang tdk dpt dipisahkan dari kehidupan anak sehari-hari krn bermain sama dgn berja pada org dewasa, yg dapat menurunkan stres anak, belajar berkomunikasi dgn ling, menyesuaikan diri dgn ling, belajar mengenal dunia dan meningkatkan kesejahteraan mental serta sosial anak
B. PERKEMBANGAN KOSEP BERMAIN
Walaupun para ilmuwan sulit untuk mengetahui kapan
pendidikan anak usia dini dilaksanakan untuk pertama kali, namun diperkirakan
sejak para ahli filsafat seperti Plato ( 427-374 B.C ) dan Aristoteles (
394-332 B.C ) pendidikan ini telah dilaksanakan ( Seefeldt dan Barbour, 1994:2
).
Plato mengemukakan bahwa waktu yang paling tepat untuk
pendidikan anak adalah sebelum usia 6 tahun. Menurut Comenius, pendidikan anak
itu berlangsung sejalan dengan bermain karena bermain adalah realisasi dari
pengembangan diri dalam kehidupan anak. Selanjutnya Johan Pastalozi (
1746-1827 ) berpendapat bahwa pendidikan dimulai dari rumah, melalui berbagai
kegiatan yang dilakukan anak pada waktu bermain dan berbagai pengalaman indera
yang dialaminya.
Adapun pendapat yang menyatakan, bahwa pendidikan baru bisa
dimulai setelah usia sekolah dasar, yaitu usia tujuh tahun, ternyata tidaklah
benar. Hasil penelitian di bidang neurologi yang dilakukan Benyamin S. Bloom,
seorang ahli pendidikan memperlihatkan, bahwa pertumbuhan sel jaringan otak
pada anak usia 0-4 tahun mencapai 50 %, hingga usia 8 tahun mencapai 80 %.
Artinya apabila pada usia tersebut otak anak tidak mendapatkan rangsangan yang
optimal maka perkembangan otak anak tidak akan berkembang secara maksimal.
Semakin dini penanganan dan bentuk-bentuk rangsangan yang
dilakukan orang tua/ pendidik terhadap anaknya maka hasilnya akan semakin baik.
Sebaliknya, semakin lama (lambat) anak mendapatkan penanganan dan bentuk-bentuk
rangsangan yang baik, maka semakin buruk hasilnya.
Plato adalah filsuf pertama yang memandang arti penting
bermain bagi seorang anak. Plato melihat pentingnya nilai praktis yang ada
dalam permainan. Misalnya pelajaran Aritmatika untuk soal pembagian akan mudah
diterima oleh anak-anak dengan cara membagikan apel kepada mereka.
Sejarah perkembangan teori bermain juga berdampak positif
terhadap reformasi pendidikan pada zaman realisme atau zaman baru. Zaman
realisme abad 17 dipelopori oleh Johann Amos Comenius ( 1592-1670 ). Comenius
yang beragama Kristen Protestan itu mempelajari teologi dan menjadi pendeta
serta memimpin sekolah di Fulneck. Dia menulis buku tentang informatorium. Buku
tersebut berisi tentang cara bagaimana orang tua mendidik anaknya menjadi
seorang Kristen Protestan yang baik. Menurutnya seorang ibu adalah seorang
pendidik di rumah, ibu harus mengajarkan dengan mengoptimalkan fungsi panca
indera melalui peragaan dan mengurangi verbalisme.
Pada abad 18 atau zaman rasionalisme merupakan zaman
perubahan yang hebat. Hal ini karena untuk memperoleh ilmu pengetahuan harus
yang hebat. Dalam hal ini, untuk memperoleh ilmu pengetahuan harus dilakukan
melalui percobaan, pengamatan dan pengalaman. Dalam konteks belajar sekarang
ini, maka konsep belajar di atas hampir setara dengan konsep learning to know,
learning to do, learning to be dan learning to live together.
John Lock ( 1932-1704 ) adalah seorang pedagogik. Lock
menjelaskan kosep home Schooling. Anak usia dini harus dididik dan diajarkan
tentang pendidikan jasmani, pendidikan scholastik, pendidikan moral, pendidikan
agama melalui permainan. Pemikiran
Locke dianjurkan oleh Jean Jacques Rousseau ( 1712-1778 ). Ia mengajarkan
pendidikan rohani, moral, jasmani, berenang, pemahaman jender, melatih
indera anak, kebebasan bermain, pengamatan, pengalaman, bahasa asing, menyanyi,
menggambar pada anak usia dini melalui pengenalan alam sekitar dimana anak
berada.
Henrich Pestaloozi ( 1746-1827 ) menjelaskan konsep bermain
dengan praktek langsung sehingga anak mempunyai pengalaman dan latihan. Rumah
adalah tempat anak bermain. Konsep bermain bagi anak usia dini mengajarkan
tentang berhitung, menulis,bercakap-cakap, gerak badan, berjalan-jalan dengan
bermain. Pestalozzi menjelaskan bahwa melalui bermain maka anak usia dini
secara alamiah akan berusaha mengembangkan kemampuan-kemampuan dasarnya untuk
belajar. Friedrich Froebel ( 1782- 1852 ) menjelaskan bahwa konsep bermain
merupakan proses belajar bagi anak usia dini. Anak diajak bekerja di kebun,
bermain dengan pimpinan, bernyanyi, pekerjaan tangan atau keterampilan,
bersosialisasi, berfantasi, adalah merupakan proses belajar sambil bekerja.
Konsep belajar seraya bermain ini sampai saat ini masih menjadi trend untuk
pendidikan anak usia dini.
Abad 19 terdapat Spencer, Lazarus, G. Stanley H., Hal Groos.
Dll. Teori-teori tentang bermain dapat dikelompokan dalam 2 bagian, yaitu: (1)
bermain yang didasarkan pada teori surplus energi dan teori rekreasi, (2) teori
rekapitulasi dan praktis. Herbert Spencer ( kakek moyang Lady Diana ) dari
Inggris dalam bukunya Principles of Psychology berpendapat bahwa kegiatan
bermain seperti berlari, berlompat, berguling terjadi akibat anak kelebihan
energi. Sebagai contoh, Saila, umur 9 bulan, begitu ia terjaga dari tidur maka
ia langsung tertawa dan merangkak lalu berpegangan kedinding tangga dan
meraih benda atau mainan apa saja yang menarik hatinya kemudian memainkannya
lewat tangan, atau mulutnya sampai bosan kemudian beralih ke benda
lain, seperti kertas dan plastik atau mainan lainnya untuk dimainkannya sampai
capek dan tidur. Begitulah anak bermain dan ia belajar dari apa yang ia lihat,
dengar, cium dan pegang dalam kehidupannya, seolah tanpa lelah, karena ia
memang kelebihan energi dan merasa puas bereksplorasi dengan
menyenangkan. Bila ia diganggu, dirampas apa yang ia pegang atau apa yang
ia mainkan, maka ia akan menangis, kecuali diberikan benda pengganti yang
sama-sama menarik untuk dirinya.
Moritz Lazarus dengan teori rekreasi menjelaskan, bahwa
tujuan bermain adalah untuk memulihkan energi yang sudah terkuras saat bergerak
atau melakukan sesuatu. Melakukan sesuatu atau bekerja dapat menyebabkan
berkurangnya tenaga. Tenaga ini dapat dipulihkan kembali dengan cara tidur atau
melibatkan dalam kegiatan yang sangat berbeda dengan bekerja.
Karl Groos, seorang filsuf menguraikan bahwa bermain
berfungsi untuk memperkuat insting yang diperlukan untuk kelangsungan hidup
anak di masa yang akan datang. Ia mendasarkan teorinya itu pada prinsip seleksi
alamiah yang dijelaskan oleh Charles Darwin. Fungsi bermain mempunyai manfaat
secara biologis untuk mempertahankan kelangsungan hidup.
Pada zaman modern sekarang ini memang sudah banyak
sekali para ahli pendidikan yang membicarakan tentang bermain dan hubungannya
dengan perkembangan anak, antara lain:
1. Teori Psikoanalis Sigmund
Freud
2. Teori Kognitifa, Jean
Piaget, Lev Vygotsky, dst.
3. Teori Perkembangan sosial,
dls.
Peran bermain dalam perkembangan sosial anak misalnya,
menurut pandangan psikoanalisis adalah untuk mengatasi pengalaman traumatik dan
keluar dari rasa frustasi. Tampaknya Freud melihatnya dalam pengalaman lahir.
Dalam peristiwa kelahiran seorang bayi menyiratkan kesan tidak enak, trauma dan
mungkin juga frustasi keluar dari rahim ibunya, sehingga anak akan merasa
tenang dalam dekapan ibunya, dan bermain menyebabkan anak ceria dan menimbulkan
kreatifitas.
Bagi Piaget, peran bermain terhadap perkembangan sosial anak
adalah untuk memperaktikkan dan melakukan konsolidasi konsep-konsep serta
keterampilan yang telah dipelajari sebelumnya. Menurut Vygotsky, bermain dapat memajukan
berpikir abstrak dan dengan belajar ia akan dapat mengatur dirinya.
Dalam teori perkembangan sosial, seperti yang
dikemukakan oleh Mildred Farten, menyatakan bahwa kegiatan bermain merupakan
sarana sosialisasi. Dengan bermain kadar interaksi sosialnya akan
meningkat. Kadar interaksi sosial tersebut dimulai dari bermain sendiri dan
dilanjutkan dengan bermain secara bersama. Karena itu dalam konteks ini akan
tampak, bahwa anak yang dibiasakan bermain akan lebih mudah menerima kehadiran
orang lain dan berinteraksi dengan orang lain. Semakin banyak ia disosialisasikan
dengan orang lain, maka akan semakin mudah ia berinteraksi dengan dan menerima
(kehadiran) orang lain.
Dalam kontes agama Islam, setelah persalinan
anak akan diadzankan oleh orang tuanya kemudian setelah tujuh hari ia
akan diberi nama dan diakekahkan serta dipotong rambutnya di hadapan undangan
yang diiringi dengan lagu-lagu pujian. Semua itu akan sangat menyenangkan bagi
anak dan merupakan pengalaman interaksi sosial yang sangat baik dari proses
sosialisasi.
MAKNA BERMAIN
Para ahli mendefinisikan bermain sebagai suatu perilaku yang
mengandung motivasi internal yang berorientasi pada proses yang dipilih secara
bebas dan bukan hanya prilaku pura-pura yang berorientasi pada suatu tujuan
menyenangkan yang diperintahkan. Kegiatan bermain ini adalah fungsi dari
seluruh manusia.Sandra J, Stone (1993). Karena itu, bermain dilakukan
oleh siapa saja di berbagai belahan dunia, baik laki-laki maupun perempuan dari
anak-anak sampai orang dewasa. Stone mengatakan bahwa bermain ada di setiap
negara, budaya, bahasa, dimana saja anak-anak dunia bermain.
Menurut Karl Buhler dan Schenk Danziger, bermain
adalah ”kegiatan yang menimbulkan kenikmatan”. Dan kenikmatan itu menjadi
rangsangan bagi perilaku lainnya. Ketika anak-anak mulai mampu berbicara dan
berfantasi, misalnya, fungsi kenikmatan meluas menjadi schaffensfreude
(kenikmatan berkreasi). Konsep ini dikembangkan lebih lanjut oleh Charlotte
Buhler yang menganggap bermain sebagai pemicu kreativitas. Menurutnya anak yang
banyak bermain akan meningkatkan kreativitasnya.
Kendati bermain bukanlah bekerja dan tidak
sungguh-sungguh, Sigmund Freud yakin bahwa anak-anak menganggap bermain
sebagai sesuatu yang serius. Dalam bermain anak-anak menumpahkan seluruh
perasaannya. Bahkan mampu ”mengatur dunia dalamnya” agar sesuai dengan
”dunia luar”. Ia berusaha mengatur, menguasai, berpikir dan berencana.
Karenanya menurut Erik Erikson, bermain berfungsi memelihara ego anak-anak. Hal
ini dapat dipahami karena anak yang sedang bermain merasakan senang sehingga
terpaksa ia harus mempertahankan kesenangannya itu atau sebaliknya ia akan
memelihara egonya secara proporsional, sehingga menimbulkan rasionalitas dan
tenggang rasa terhadap anak lainnya. Semakin intens pengalaman itu
dilalui anak akan semakin kuat juga interaksi sosialnya dalam proses
sosialisasi tersebut.
Jean Piaget menyatakan, bahwa bermain menunjukkan dua
realitas anak-anak, yaitu adaptasi terhadap apa yang sudah mereka ketahui dan
respon mereka terhadap hal-hal baru. Dalam bermain, sarana sering menjadi
tujuan. Banyak respon muncul, ya demi respon itu sendiri. Anak berlari,
misalnya, bukan demi kesehatan tetapi demi lari itu sendiri. Lari ya lari,
titik.
Jadi bagi anak, bermain adalah sarana untuk mengubah
kekuatan potensial di dalam diri menjadi berbagai kemampuan dan
kecakapan. Bermain juga bisa menjadi sarana penyaluran kelebihan energi dan
relaksasi.
FUNGSI BERMAIN
1. Perkembangan sensorik motorik
Pada saat melakukan permainan, aktifitas motorik mrpk komponen terbesar yang digunakan anak dan bermain aktif sangat penting untuk perkembangan fungsi otot.
2. Perkembangan intelektual
Anak melakukan ekplorasi dan manipulasi thp segala sesuatu yg ada di ling sekitarnya, terutama
mengenal warna, bentuk, ukuran, tekstur dan membedakan objek.
Pada saat bermain anak akan melatih diri dan memecahkan masalah.
3. Perkembangan sosial.
Perkbg sosial ditandai dgnkemampuan berinteraksi dgn lingkungannya.
Bermain dgn orla akan membantu anak utk mengembangkan hub sosial dan belajar memecahkan masalah dari hub tersebut.Anak belajar berinteraksi dgn teman, memahami bahasa lawan bicara, dan belajar ttg nilai sosial yang ada pd kelompok.
4. Perkbg kreatifitas
Kemampuan utk menciptakan sesuatu dan mewujudkan ke dlm bentuk objek dan atau kegiatan yang dilakukannya.
5. Perkembangan kesadaran diri.
Anak akan mengembangkan kemampuannya dlm mengatur t.l.
Anak akan belajar mengenal kemampuannya dan membandingkan dgn orla dan menguji kemampuannya dgn mencoba peran baru dan mengetahui dampak t.l terhadap orla.
6. Perkembangan moral
Anak mempelajari nilai benar dan salah dari ling, terutama dari ortu dan guru.
Anak akan mendapatkan kesempatan utk menerapkan nilai-nilai sehingga dapat diterima di ling dan dpt menyesuaikan diri dgn aturan yg ada dikelompoknya.
Anak belajar bertanggung jawab atas segala tindakan yg akan dilakukan.
7. Terapi
Pada saat dirawat di RS anak akan mengalami berbagai perasaan yg sangat tidak menyenangkan, seperti marah,takut,cemas, sedih
dan nyeri, sehinggaanak –anak akan dapat mengalihkan rasa sakitnya dlm bentuk permainan.
TUJUAN BERMAIN
1. Untuk melanjutkan tukem yg normal pada saat sakit .
2. Mengekspresikan perasaan , keinginan, dan fantasi serta ide-idenya.
3. Mengembangkan kreativitas dan kemampuan memecahkan masalah.
4. Dapat beradaptasi secara efektif thp stres karena sakit dan di rawat di RS.
FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI AKTIFITAS BERMAIN
1.Tahap perkembangan anak
Perawat hrs mengetahui dan memberikan jenis permainan yg tepat utk setiap tahapan pertumb dan perkem anak.
2. Status kesehatan anak
Perawat hrs mengetahui kondisi ana pada saat sakit dan jeli memilihkan permainan yg dapat dilakukan anak sesuai dgn prisnsip bermain pd anak yg sedang dirawat di RS.
3. Jenis kelamin
Dalam melakukan aktifitas bermain tidak membedaskan jenis kelamin laki-laki atau perempuan.
Ada pendapat ygdiyakini bahwa permainan adl salah satu alat
mengenal identitas dirinya.
4. Ling yang mendukung
Ling yg cukup luas utk bermain memungkinkan ana mempunyai cukup ruang utk bermain.
5. Alat dan jenis permainan yg cocok
Pilih alat bermain sesuai dgn tahapan tukem anak
Alat permaianan tidak selalu harus dibeli ditoko dan harus mahal.
KLASIFIKASI BERMAIN
a. Menurut isinya
1. Perkembangan sensorik motorik
Pada saat melakukan permainan, aktifitas motorik mrpk komponen terbesar yang digunakan anak dan bermain aktif sangat penting untuk perkembangan fungsi otot.
2. Perkembangan intelektual
Anak melakukan ekplorasi dan manipulasi thp segala sesuatu yg ada di ling sekitarnya, terutama
mengenal warna, bentuk, ukuran, tekstur dan membedakan objek.
Pada saat bermain anak akan melatih diri dan memecahkan masalah.
3. Perkembangan sosial.
Perkbg sosial ditandai dgnkemampuan berinteraksi dgn lingkungannya.
Bermain dgn orla akan membantu anak utk mengembangkan hub sosial dan belajar memecahkan masalah dari hub tersebut.Anak belajar berinteraksi dgn teman, memahami bahasa lawan bicara, dan belajar ttg nilai sosial yang ada pd kelompok.
4. Perkbg kreatifitas
Kemampuan utk menciptakan sesuatu dan mewujudkan ke dlm bentuk objek dan atau kegiatan yang dilakukannya.
5. Perkembangan kesadaran diri.
Anak akan mengembangkan kemampuannya dlm mengatur t.l.
Anak akan belajar mengenal kemampuannya dan membandingkan dgn orla dan menguji kemampuannya dgn mencoba peran baru dan mengetahui dampak t.l terhadap orla.
6. Perkembangan moral
Anak mempelajari nilai benar dan salah dari ling, terutama dari ortu dan guru.
Anak akan mendapatkan kesempatan utk menerapkan nilai-nilai sehingga dapat diterima di ling dan dpt menyesuaikan diri dgn aturan yg ada dikelompoknya.
Anak belajar bertanggung jawab atas segala tindakan yg akan dilakukan.
7. Terapi
Pada saat dirawat di RS anak akan mengalami berbagai perasaan yg sangat tidak menyenangkan, seperti marah,takut,cemas, sedih
dan nyeri, sehinggaanak –anak akan dapat mengalihkan rasa sakitnya dlm bentuk permainan.
TUJUAN BERMAIN
1. Untuk melanjutkan tukem yg normal pada saat sakit .
2. Mengekspresikan perasaan , keinginan, dan fantasi serta ide-idenya.
3. Mengembangkan kreativitas dan kemampuan memecahkan masalah.
4. Dapat beradaptasi secara efektif thp stres karena sakit dan di rawat di RS.
FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI AKTIFITAS BERMAIN
1.Tahap perkembangan anak
Perawat hrs mengetahui dan memberikan jenis permainan yg tepat utk setiap tahapan pertumb dan perkem anak.
2. Status kesehatan anak
Perawat hrs mengetahui kondisi ana pada saat sakit dan jeli memilihkan permainan yg dapat dilakukan anak sesuai dgn prisnsip bermain pd anak yg sedang dirawat di RS.
3. Jenis kelamin
Dalam melakukan aktifitas bermain tidak membedaskan jenis kelamin laki-laki atau perempuan.
Ada pendapat ygdiyakini bahwa permainan adl salah satu alat
mengenal identitas dirinya.
4. Ling yang mendukung
Ling yg cukup luas utk bermain memungkinkan ana mempunyai cukup ruang utk bermain.
5. Alat dan jenis permainan yg cocok
Pilih alat bermain sesuai dgn tahapan tukem anak
Alat permaianan tidak selalu harus dibeli ditoko dan harus mahal.
KLASIFIKASI BERMAIN
a. Menurut isinya
Sosial affective play : hub interpersonal yg menyenangkan
antara anak dgn orla (EX : ciluk-baa).
Sense of pleasure play : permaianan yg sifatnya memberikan
kesenangan pada anak (EX : main air dan pasir).
Skiil play : permainan yg sifatnya memberikan keterampilan
pada anak (EX: naik sepeda).
Dramatik Role play : anak bermain imajinasi/fantasi (EX :
dokter dan perawat).
Games : permaianan yg menggunakan alat tertentu yg
menggunakan perhitungan / skor (EX : ular tangga).
Un occupied behaviour: anak tidak memainkan alat permainan
tertentu, tapi situasi atau objek yang ada disekelilingnya , yg digunakan
sebagai alat permainan(EX : jinjit-jinjit, bungkuk-bungkuk, memainkan kursi,
meja dsb).
b. Karakter sosial
Onlooker play : anak hanya mengamati temannya yg sedang
bermain, tanpa ada inisiatif utk ikut berpartisifasi dlm permainan(EX :
Congklak).
Solitary play : anak tampak berada dlm klp permaianan,
tetapi anak bermain sendiri dgn alat permainan yg dimilikinya.
Parallel play : anak menggunakan alat permaianan yg sama,
tetapi antara satu anak dgn anak lain tidak terjadi kontak satu sama lain
sehingga antara anak satu dgn lainya tida ada sosialisasi.
Associative play : permeianna ini sudah terjadi komunikasi
antara satu anak dgn anak lain, tetapi tidak terorganisasi, tidak ada pemimpin
dan tujuan permaianan tidak jelas (EX bermain
boneka,masak-masak).
Cooperative play : aturan permainan dlm klp tampak lebih
jelas pada permaiann jenis ini, dan punya tujuan serta pemimpin (EX : main
sepak bola).
BENTUK-BENTUK PERMAIANAN BERDASARKAN KELOMPOK USIA
a. Umur 1 bulan (sense of pleasure play).
- Visual :dpt melihat dgn jarak dekat
- Audio : berbicara dgn bayi
- Taktil : memeluk, menggendong
- Kinetik : naik kereta, jalan-jalan.
b. Umur 2-3 bln
- Visual : memberi objek terang,membawa bayi keruang yang berbeda .
- Audio :berbicara dgn bayi,memyanyi
- Taktil : membelai waktu mandi, menyisir rambut.
c. Umur 4-6 bln
- Visual : meletakkan bayi didepan kaca, memebawa bayi nontong TV.
- Audio : mengajar bayi berbicara, memanggil namanya, memeras kertas.
- Kinetik : bantu bayitengkurap, mendirikan bayi pada paha ortunya.
- Taktil : memberikan bayi bermain air.
d. Umur 7-9 bln
- Visual : memainkan kaca dan membiarkan main dgn kaca serta berbicara sendiri.
- Audio : memanggil nama anak, mngulangi kata-kata yg diucapkan seperti mama,papa.
- Taktil : membiarkan main pada air mengalir.
- Kinetik : latih berdiri, merangkap, latih meloncat.
e. Umur 10-12 bln
- Visual : Memperlihatkan gambar terang dlm buku.
- Audio : membunyikan suara binatang tiruang, menunjukkan tubuh dan menyebutnya.
- Taktil : membiarkan anak merasakan dingin dan hangat, membiarkan anak merasakan angin.
- Kinetik : memberikan anak mainan besar yg dapat ditarik atau didorong, seperti sepeda atau kereta.
- Kinetik : latih berdiri, merangkap, latih meloncat.
f. Umur 2-3 tahun
- Paralel play dan sollatary play
- Anak bermain secara spontan, bebas, berhenti bila capek, koordinasi kurang (sering merusak mainan)
- Jenis mainan :boneka,alat masak,buku cerita dan buku bergambar.
g. Preschool 3-5 thn
- Associative play , dramatik play dan skill play.
- Sudah dapat bermain kelompok
- Jenis mainan : roda tiga, balok besar dgn macam-macam ukuran.
h. Usia sekolah
- Cooperative play
- Kumpul prangko, olra.
i. Masa remaja
- Anak lebih dekat dgn kelompok
- Olra, musik,komputer, dan bermain drama.
PRINSIP BERMAIN DI RS
Tidak banyak mengeluarkan energi, singkat dan sederhana.
Mempertimbangkan keamanan dan infeksi silang.
Kelompok umur yg sama.
Permainan tidak bertentangan dgn pengobatan
Semua alat permaianan dpt dicuci
Melibatkan ortu
a. Umur 1 bulan (sense of pleasure play).
- Visual :dpt melihat dgn jarak dekat
- Audio : berbicara dgn bayi
- Taktil : memeluk, menggendong
- Kinetik : naik kereta, jalan-jalan.
b. Umur 2-3 bln
- Visual : memberi objek terang,membawa bayi keruang yang berbeda .
- Audio :berbicara dgn bayi,memyanyi
- Taktil : membelai waktu mandi, menyisir rambut.
c. Umur 4-6 bln
- Visual : meletakkan bayi didepan kaca, memebawa bayi nontong TV.
- Audio : mengajar bayi berbicara, memanggil namanya, memeras kertas.
- Kinetik : bantu bayitengkurap, mendirikan bayi pada paha ortunya.
- Taktil : memberikan bayi bermain air.
d. Umur 7-9 bln
- Visual : memainkan kaca dan membiarkan main dgn kaca serta berbicara sendiri.
- Audio : memanggil nama anak, mngulangi kata-kata yg diucapkan seperti mama,papa.
- Taktil : membiarkan main pada air mengalir.
- Kinetik : latih berdiri, merangkap, latih meloncat.
e. Umur 10-12 bln
- Visual : Memperlihatkan gambar terang dlm buku.
- Audio : membunyikan suara binatang tiruang, menunjukkan tubuh dan menyebutnya.
- Taktil : membiarkan anak merasakan dingin dan hangat, membiarkan anak merasakan angin.
- Kinetik : memberikan anak mainan besar yg dapat ditarik atau didorong, seperti sepeda atau kereta.
- Kinetik : latih berdiri, merangkap, latih meloncat.
f. Umur 2-3 tahun
- Paralel play dan sollatary play
- Anak bermain secara spontan, bebas, berhenti bila capek, koordinasi kurang (sering merusak mainan)
- Jenis mainan :boneka,alat masak,buku cerita dan buku bergambar.
g. Preschool 3-5 thn
- Associative play , dramatik play dan skill play.
- Sudah dapat bermain kelompok
- Jenis mainan : roda tiga, balok besar dgn macam-macam ukuran.
h. Usia sekolah
- Cooperative play
- Kumpul prangko, olra.
i. Masa remaja
- Anak lebih dekat dgn kelompok
- Olra, musik,komputer, dan bermain drama.
PRINSIP BERMAIN DI RS
Tidak banyak mengeluarkan energi, singkat dan sederhana.
Mempertimbangkan keamanan dan infeksi silang.
Kelompok umur yg sama.
Permainan tidak bertentangan dgn pengobatan
Semua alat permaianan dpt dicuci
Melibatkan ortu
KESIMPULAN
Secara singkat dapat disimpulkan, bahwa bermain merupakan
sarana utama untuk belajar tentang hukum alam, hubungan antar orang dan
hubungan antara orang dan objek. Karena itu bermain bagi anak adalah mutlak,
karena lekat dan merupakan kecenderungan tabiat insaniah. Maka tidak seorangpun
yang tidak pernah bermain, tentu sesuai kapasitas dan kemampuan dalam
melakukannya. Dengan bermain anak akan ceria, kreatif, meningkatkan kemampuan
berpikir abstrak, mengatur diri dan seterusnya. Melarang bermain berarti
melarang belajar.
Perbedaan antara bermain dan bukan bermain tidak terletak
pada jenis kegiatan (apa) yang dilakukan, akan tetapi lebih pada (bagaimana)
sikap individu dalam melakukannya.
Konsep-konsep bermain seperti yang dikemukakan para ahli di
atas bisa menjadi acuan untuk memahami dan mendorong serta mengarahkan anak
dalam bermain. Dengan demikian, orang tua atau pendidik akan terhindar dari
kesalahan atau meminimalkan kesalahan dalam mendidik anaknya.
DAFTAR PUSTAKA
Stone, Sandra J, Playing A Kid’s Bermain, United States of
America: Good Year Books, 1993.
Jalal, F. Meningkatkan Kesadaran Masyarakat akan Pentingnya PADU,
Bule3tin PADU Jurnal Ilmiah Anak Usia Dini, 2003.
Santrock W. Jhon, Child Development, Chicago:
Brawn & Benchmark
Tedjasaputra, Mayke S., (2001), Bermain Mainan untuk Anak
Usia Dini, Jakarta: Grasindo.
Jamaris, Martini., Perkembangan dan Pengembangan Anak Usia
Taman Kanak-kanan, Jakarta: PT. Grasindo.
Einon, Dorothy, Thing to Do to Play and
Learning, Greet Britain: Hamlyn, (1994).
No comments:
Post a Comment
Mohon kritik dan saran dari para pembaca untuk kemajuan blog ini. TERIMAKASIH